[fiksi...]
Untuk enaknya biasa saya pilih perjalanan mudik pada malam hari, agar subuh bisa sampai kampung halaman dengan bekal sudah tidur 5~7 jam didalam bis selama perjalanan.
Pernahkah terlintas ide dibenak anda, inisiatif menerapkan mekanisme demokrasi didalam bis bersama segenap unsur penumpang untuk merundingkan berapa kecepatan bis yg ideal serta sopan santun nyopir jarak jauh. Agar bisa disampaikan kepada Pak Sopir penguasa bis, supaya menjalankan roda pemerintahan bisnya dengan aman nyaman sampai tujuan.
Ternyata belum ada. Termasuk saya belum punya nyali untuk menggagas. Biasanya saya lebih memilih naik bis yg bisa dipercaya keamanan dan kenyamananya daripada melakukan ide itu.
Naiklah bis favorit langganan yg sudah tahu track recordnya. Untuk menyiasati, karena saya naiknya dari perempatan jalan (ke terminal jauh), stop setiap bis yg lewat. Karena sulit bedakan bis satu dengan yg lain.
Buat alasan apabila bis tidak sesuai atau bukan bis favorit. Andai bis itu ke Jogja bilang saja : saya mau ke Madiun, klo bis itu ke Surabaya bilang mau ke Malang.... dst dst. Sampai menemukan bis sesuai keinginan.
Ahh..begitu gampang berbohong..
Tukang becak yg antri berderet menunggu rejeki disimpang empat itu ikutan membantu kesibukan saya seolah memilih masa depan. Begitu terus berlangsung berulang ulang.
Hujan deras menyergap tanpa tanda2 gerimis. Tukang becak mempersilahkan saya berteduh didalam becaknya, sementara dia sendiri dibecak sebelah bersama temannya. Tiba tiba tukang becak nyeletuk : Inilah hukuman bagi orang yg berbohong.
Saya terkesiap dengan mulut seolah terkunci. Tapi kalau mau meningkatkan taraf hidup, memang harus pinter pinter berbohong... dia melanjutkan. Kalau jujur jujur saja nanti dapetnya bis yg brengsek lahir batin, lanjutnya dengan datar..tapi seolah saya mendengar seutas nasihat yg tak terbantahkan.
Untungnya Tuhan menghukum langsung kebohonganku, jadi nanti di akhirat lebih ringan. Dosa bohongku mudah2an lunas. Saya betul betul menjadi bisu, sampai akhirnya bis favorit datang.. Tukang becak ikutan bantu membawa kardus dan rangsel saya serta berucap: Selamat jalan selamat menimati perjalanan Cak Nan.
Sebelas jam dalam bis.... saya malah ndak bisa tidur blas. Apa benar kebohonganku sudah lunas ? Masih bertanya dalam hati.
Hidup jaman sekarang ini membuat dosa tak berasa sebagai dosa.....berbuat bohong tidak menyadari sebagai kebohongan.
Ahh....
No comments:
Post a Comment