Menanamkan kesadaran bahwa apabila kita gagal membuat anak mempunyai ketrampilan menyimak, membaca dan menulis pada pada usia dini ( SD 1-3) maka anak akan mengalami kesulitan pada kelas2 lanjutan. Pada kelas atas bahkan sampai dewasa kemapuan literasinya akan dipergunakan untuk belajar dan berkarya pada akhirnya.
Seandainya anak diminta membaca buku, lebih memilih yng tipis atau buku yng tebal ?
Ini pertanyaan yng sangat sederhana untuk orang tua dan pendidik. Jawabnya apa, anda bisa bantu ? Kira kira mereka memeberikan jawaban apa ?
Jawabanya : Mereka lebih memilih buku yng tipis...
Tentu saja jawaban kita dan para pendidik tidak benar. Ternyata : Mrk lebih memilih BUKU YNG MENARIK . Orang tua dan pendidik harus mengerti hal itu. Knapa kita trus menjudge mereka akan pilih buku tipis seolah olah mereka phobia terhadap minat membaca.
Itu berarti kita para pendidik terjebak pada pola pembelajaran dikotomis. Kalau ga benar berarti salah kalau ga putih berarti hitam.
Bahkan buku novel karya JK Rowling yaitu Harry Potter yng ratusan halaman tebalnya, mereka tidak akan gentar. Perlu ditahu novel Harry Potter seri1 berjudul Harry Potter and the Sorcecers Stone itu tebalnya 400 hal, terjual sampai 107 juta buku. Kemudian Harry Potter and the Order of Phoenix tebalnya 1.200 hal juga menjadi best Seller tentu pembacanya majoritas anak2.
uhhh....Reall no public alias ra umum tenan...😃😃
So, apabila perpustaakaan di sekolah yng sepi peminat, perlu dilihat ulang buku apa saja yng ada tersimpan disitu. Bagaimana anak2 mau baca klo disitu diisi buku referensi misal : Menanam jagung atau Bertenak Lele Dumbo. 😎
No comments:
Post a Comment